Laman

Senin, 20 Juni 2011

Ketika Dunia Medis Menjadi Industri



Avecina (Ibnu Sina) adalah seorang cendikiawan muslim sejati, beliau bukan saja ilmuan yang menekuni ilmu kedokteran, tetapi beliau juga juga seorang ulama’. Menurut pengertian al-Qur’an, ulama’adalah pewaris para Nabi, sekaligus orang-orang yang benar-benar rasa takutnya kepada-Nya, lebih besar dibandingkan pada umumnya. Q.S Fatir (35:28) Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Oleh karena itu, Ibnu Sina lebih dikenal dengan sebutan ” Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina. Sebab, ke-ulama’-an beliau lebih menonjol, seperti; hafal al-Qur’an dalam usia 10 tahun, hafal ribuan hadis, tafsir, fikih, linguistic, mantiq (logika), matematika, serta ilmu pasti, serta cabang-cabang ilmu agama lainnya.

Ibnu Sina sebagai seorang ilmuan sekaligus dokter benar-benar larut dalam mendalami ilmu agama dan penelitian. Beliau juga mengkaji ilmu kedokteran secara mendalam, sehingga lupa dengan urusan menikah. Wal hasil, Ibn Sina ahirnya menulis sebuah karya terbesar dalam ilmu kedokteran ”القانون في الطب ” yang artinya” dasar-dasar ilmu kedokteran. Mungkin ini yang membedakan antara Ibnu Sina dengan dokter-dokter sekarang yang kecendrungnya lebih pada profit oriented. Istilah yang lebih sederhana ialah” ada gula ada semut” ada demand ada supply, sepertinya ini berlaku dalam dunia kesehatan. Barangkali, Indonesia lebih pantas masuk rekor Gunines Book, sebagai Negara paling banyak memiliki fakultas kedokteran.

Jika Ibnu Sina larut dalam belajar, sementara dokter sekarang lebih sibuk dengan urusan wanita (pacaran), dari pada bidang ilmu kodokteran. Dalam istilah mahasiswa kedokteran ‘‘to be or to get a doktor” yang artinya;” kalau tidak bisa lulus menjadi dokter, minimal dapat suami seorang dokter atau istri seorang dokter. Ini justru lebih asik nan menarik. Hampir dipastikan, bahwa mahasiswa kedokteran itu sebagian besar dari kalangan menenggah ke-atas, khususnya di Universitas Swasta. Istilah yang lebih keren, difakultas kedokteran, nanti akan mendapat pasangan seorang dokter, walaupun kualitasnya tidak tidak terlalu bagus, yang penting kaya masa depan menjamin….!

Walaupun tidak dipungkiri, bahwa masih dokter-dokter yang tekun di dalam belajarnya. Wajar, jika dokter-dokter sekarang kualitasnya jauh menurun dibandingkan dengan dokter-dokter sebelumnya. Yang lebih menonjol bukan kualitas dokternya yang semakin baik, tetapi karena dibantu alat tehnologi modern. Ada sebuah hasil analisis, ternyata jumlah peminat fakultas kedokteran sekarang sedikit, masih kalah dengan jumlah peminat fakultas tehnologi informasi. Alasanya ialah, karena tehnologi informasi lebih menjanjikan dari pada fakultas kedokteran.

Masih membincangkan Ibnu Sina. Kecerdasannya sudah terlihat sejak usia muda. Ibnu menguasai beragam disiplin ilmu, termasuk ilmu kedokteran. Ibnu Sina, meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya. Dari situlah, Ibn Sina berkembang, sehingga menjadi ilmuan terkenal dalam dunia medis.

Berkat pengobatannya itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang cukup besar. Terkait dengan perpustakaan itu, Ibnu Sina mengatakan:”Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya… Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.

Ketika membincangkan Ibnu Sina, sulit sekali menemukan bandingnya. Semangat belajar dan kualitas intelektual dan spiritual, serrta tujuan mempelajari ilmu kedokterannya. Apalagi, ketika melihat kondisi kedokteran Indonesia yang semakin hari semakin redup. Ini tidak lepas dari kondisi pendidikan kedokteran Indonesia yang mulai melenceng dari nilai-nilai filsafat pendidikan kedokteran. Profit Oriented sudah mulai menjadi tujuan, walaupun tidak dipungkiri, masih ada dokter-dokter yang punya nurani,. Tetapi, jika konsep pendidikan yang menjadikan ilmu pendidikan sebagai industri, maka sulit sekali untuk mengembalikan nilai-nilai filsafat pendidikan dokter yang sebenaranya.

Sebagai contoh kualitas dokter yang rendah. Saudara saya memeriksakan anaknya yang sedang sakit perut pada seorang dokter terkenal. Setelah didiagnosa oleh dokter tersebut, maka sang anak diputuskan agar dioperasi. Setelah ada kesepakatan antara dokter dan orangtua, maka dipilihlah rumah sakitnya. Malam itu juga, sang anak dibawa kerumah sakit. Sesampai dirumah sakit, kondisinya sudah tidak seperti awal ketika dibawa kedokter. Ahirnya, orangtuanya memutuskan tidak dioperasi. Esok harinya, dokternya datang kerumah sakit tersebut untuk proses operasi, tetapi sang orangtua tetap ngotot, tidak mau, karena kondisiny membaik. Pada waktu itu pula, sang anak pulang. Setelah membayar rumah sakit karena nginap semalam, ahirnya pulang. Alhamdulillah, sampai sekarang tetap sehat wal afyat. Kejadian ini terjadi sekitar 10 tahun yang lalu.

Contoh lain, seorang jama’ah pengajian anaknya sakit perut, kemudian dibawa kedokter Umum. Dokter-pun men-diagnosa anak ini harus dioperesai, karena usus buntu. Lantas, dokter itu merujuk kerumah sakit. Jama’ah saya segera pergi ke Lab untuk memeriksakan anaknya, ternyata sakitnya bukan usus buntu, melainkan sakit perut biasa. Dalam hatinya, untung saya tidak segera ke rumah sakit. Ahirnya, anak tersebut dibawa kedokter yang lain, setelah diperiksa, maka anak itu diperbolehkan pulang. Dan, ternyata sampai sekarang sehat wal afyat. Seandainya dioperasi, maka jadi apa anak saya….!? Itu merupakan sedikit contoh, dari sekian banyak contoh yang terjadi dilapangan.

Di Era internetisasi ini, pertumbuhan rumah sakit semakin hari semakin banyak, tetapi masih belum bagus pelayanannya. Jumlah pendidikan kedokteran juga semakin tinggi, seiring dengan jumlah peminatnya yang semakin banyak pula. Hampir-hampir kampus sekarang mulai dan berniat membuka fak kedokteran. Sekarang baru 72 fakultas kedokteran, dari semua universitas negeri dan swasta. Fakultas kedokteran juga menjadi kebanggan dunia pendidikan. Banyak kampus-kampus yang jurusannya tidak diminati mahasiswa, kecuali fakultas kedokteran, kebidahan, perawat. Fak, kedokteran mampu bertahan, kerena sangat menjanjikan masa depan, begitu juga perawat dan kebidanan.

Sulit sekali mencari rumah sakit yang dibangun di atas dasar kemanusiaan dan ke-ilmuan. Kecuali dibeberapa negera timur tenggah, seperti; Arab Saudi yang sebagian rumah sakit memang gratis. Para dokter dibayar dengan gaji yang tinggi untuk melayani pasien (rakyat). Bahkan, mahasiswa kedokteran setiap bulan mendapat uang saku sekitar 1500 SR. Rumah sakit dan dokter benar-benar memperoleh tempat yang bagus serta menempatkan dirinya sebagai seorang pelayanan kemanusiaan. Selama menjadi mahasiswa timur tenggah, banyak kudapatkan banyak informasi seputar dunia medis. Bukan hanya penduduk, para Tenaga Kerja Indonesia, juga memperoleh pelayanan kesehatan yang bagus tanpa dipungut biaya sepeserpun.

Jadi, jika mengaca di Negeri ini, ternyata dokter, bidan, perawat ternyata menjadi sebagian besar menjadi karyawan kesehatan. Dokter-dokter yang berkarya untuk ilmu dan perkembangan ilmu kesehatan, seperti; Ibnu Sina sangat sedikit dan langka. Justru yang paling banyak justru menjadi karyawan rumah sakit. Ada juga yang menjadi mafia obat, ada juga dokter yang dikirim menjadi tenaga kerja ke Timur Tenggah. Bidan dan perawat juga dikirim ke Jepang, Arab Saudi, Serta Negara-negara Eropa lainnya. Tidak salah, jika pendidikan kedokteran di Indonesia semacam industry kesehatan.

Yang kaya tetap saja para pengelolanya. Dengan uangnya, para penggusaha bisa memiliki rumah sakit, apotik, industry obat, serta alat-alat kesehatan. Sedangkan dokter-dokter itu tetap menjadi karyawan. Penggusaha itu tidak hanya mengendalikan dokter, mereka juga mengendalikan dunia perdagangan. Yang lebih ironis lagi, para pengusaha itu bermain obat. Lihat saja, kasus menteri kesehatan yang terkait dengan susu formula, sampai saat ini belum berani menunjukkan parbrik mana. Ada dugaan bahwa, perusahaan itu telah membeli (menyuap menkes), walaupun dugaan itu masih lemah dan berbau politis.

sumber: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/02/21/ketika-dunia-medis-menjadi-industri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar